Minggu, 12 Juni 2016

Bagaimana Perlakuan Akuntansi Indonesia dalam Panama Papers



         Panama Papers   (terjemahan bebas: Dokumen Panama) adalah kumpulan 11,5 juta dokumen rahasia yang dibuat oleh penyedia jasa perusahaan asal Panama, Mossack Fonseca. Dokumen ini berisi informasi rinci mengenai lebih dari 214.000 perusahaan luar negeri, termasuk identitas pemegang saham dan direkturnya. Dokumen tersebut mencantumkan nama pemimpin lima negara — Argentina, Islandia, Arab Saudi, Ukraina, dan Uni Emirat Arab — serta pejabat pemerintahan, kerabat dekat, dan teman dekat sejumlah kepala pemerintahan sekitar 40 negara lainnya, termasuk Brasil, Cina, Perancis, India, Malaysia, Meksiko, Malta, Pakistan, Rusia, Afrika Selatan, Spanyol, Suriah, dan Britania Raya. Sementara Amerika Serikat tidak ada karena Amerika Serikat sendiri memiliki beberapa negara bagian yang sudah dianggap sebagai surga pajak seperti Delaware, Nevada, dan Kepulauan Virgin. [4]
Rentang waktu dokumen ini dapat ditelusuri hingga tahun 1970-an. Dokumen berukuran 2,6 terabita ini diberikan oleh seorang sumber anonim kepada Süddeutsche Zeitung pada bulan Agustus 2015 dan International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ). Dokumen bocoran ini kemudian disebarkan kepada dan dianalisis oleh kurang lebih 400 wartawan di 107 organisasi media di lebih dari 80 negara. Laporan berita pertama berdasarkan dokumen ini bersama 149 berkas dokumennya diterbitkan pada tanggal 3 April 2016. Daftar lengkap perusahaan yang terlibat akan dirilis pada awal Mei 2016.
Mossack Fonseca adalah badan hukum dan penyedia jasa perusahaan asal Panama yang didirikan tahun 1977 oleh Jürgen Mossack dan Ramón Fonseca.[8][9] Perusahaan ini menyediakan jasa pembentukan perusahaan di negara lain, pengelolaan perusahaan luar negeri, dan manajemen aset. Perusahaan ini memiliki lebih dari 500 karyawan di 40 negara. Badan ini beroperasi atas nama lebih dari 300.000 perusahaan yang kebanyakan terdaftar di Britania Raya atau surga pajak milik Britania.
Mossack Fonseca bekerja sama dengan lembaga-lembaga keuangan terbesar di dunia seperti Deutsche Bank, HSBC, Société Générale, Credit Suisse, UBS, dan Commerzbank. Badan ini kadang membantu nasabah bank tersebut membangun struktur yang rumit sehingga kolektor pajak dan penyidik sulit melacak arus uang dari satu tempat ke tempat lain. Sebelum kebocoran Panama Papers, majalah The Economist menyebut Mossack Fonseca sebagai pemimpin industri keuangan luar negeri "penuh rahasia".[11] Walaupun begitu Jaringan Keadilan Pajak (Tax Justice Network) asal Inggris saat menerbitkan Indeks Kerahasiaan Finansial[12] mengemukakan bahwa Panama merupakan peringkat ke-13 sebagai surga pajak dibawah Swiss, Hong Kong, dan Amerika Serikat.[4]
Bocoran ini terdiri dari 11,5 juta dokumen yang diterbitkan antara tahun 1970-an dan awal 2016 oleh Mossack Fonseca dari Panama. The Guardian menjulukinya "badan hukum luar negeri terbesar keempat di dunia". Data berukuran 2,6 terabita ini mencantumkan nama 140 badan luar negeri yang memiliki hubungan dengan pejabat negara. Bocoran dokumen ini dianalisis oleh wartawan di 80 negara. Gerard Ryle, direktur International Consortium of Investigative Journalists, memperkirakan bahwa bocoran ini akan menjadi "kejutan terbesar bagi industri ekonomi bawah tanah" karena jumlah dokumen yang dibocorkan sangat banyak.
Tokoh
Laporan awal menyebutkan hubungan uang dan kekuasaan antara beberapa tokoh politik ternama dan kerabatnya. Presiden Argentina Mauricio Macri tercantum sebagai direktur perusahaan dagang Bahama. Ia tidak mengungkapkan hal ini ketika masih menjabat wali kota Buenos Aires; saat itu belum jelas apakah jabatan direktur non-pemegang saham perlu diungkapkan ke publik.[15] The Guardian melaporkan bahwa bocoran ini mengungkapkan hubungan konflik kepentingan yang besar antara seorang anggota FIFA Ethics Committee dan mantan wakil presiden FIFA Eugenio Figueredo.
Beberapa pemimpin negara disebutkan dalam Panama Papers, termasuk Presiden Argentina Mauricio Macri, Khalifa bin Zayed Al Nahyan dari Uni Emirat Arab, Petro Poroshenko dari Ukraina, Raja Salman dari Arab Saudi, dan Perdana Menteri Islandia Sigmundur Davíð Gunnlaugsson. Selain itu, ada pula mantan Perdana Menteri Georgia (Bidzina Ivanishvili), Irak (Ayad Allawi), Yordania (Ali Abu al-Ragheb), Qatar (Hamad bin Jassim bin Jaber Al Thani), dan Ukraina (Pavlo Lazarenko), serta mantan Presiden Sudan Ahmed al-Mirghani dan Emir Qatar Hamad bin Khalifa Al Thani.
Presiden Ukraina Petro Poroshenko berjanji kepada masyarakat bahwa ia akan menjual perusahaan permennya, Roshen, saat mencalonkan diri tahun 2014. Bocoran dokumen justru menunjukkan bahwa ia malah mendirikan perusahaan holding luar negeri untuk memindahkan bisnisnya ke Kepulauan Virgin Britania Raya. Atas tindakan tersebut, ia mampu menghindari pajak di Ukraina senilai jutaan dolar Amerika Serikat.
Pejabat pemerintahan beserta kerabat dekat dan teman dekat berbagai kepala pemerintahan dari kurang lebih 40 negara juga tercantum, termasuk pejabat pemerintah Aljazair, Angola, Argentina, Azerbaijan, Botswana, Brasil, Kamboja, Chili, Cina, Republik Demokratik Kongo, Republik Kongo, Ekuador, Mesir, Perancis, Ghana, Yunani, Guinea, Honduras, Hongaria, Islandia, India, Israel, Italia, Pantai Gading, Kazakhstan, Kenya, Malaysia, Meksiko, Maroko Malta, Nigeria, Pakistan, Panama, Peru, Polandia, Rusia, Rwanda, Arab Saudi, Senegal, Afrika Selatan, Spanyol, Suriah Taiwan, Britania Raya, Venezuela, dan Zambia. Meski awalnya dinyatakan bahwa Panama Papers tidak mencantumkan warga negara Amerika Serikat,[18] pernyataan tersebut terbukti salah.
Nama Vladimir Putin "tidak muncul di catatan manapun" menurut The Guardian, tetapi surat kabar ini menerbitkan artikel utama tentang tiga teman Putin yang namanya tercantum. The Guardian menulis bahwa keberhasilan bisnis teman-teman Putin "tidak mungkin terjadi tanpa arahan dari Putin sendiri".[20] Misalnya, surat kabar ini mengutip Sergei Roldugin yang disebut-sebut sebagai "sahabat baik" Putin. Rodulgin adalah pemain cello konser dan sudah mengaku bukan pebisnis. Akan tetapi, Rodulgin "memegang serangkaian aset bernilai sedikitnya $100 juta, bahkan lebih."
Description: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/03/Sigmundur_Dav%C3%AD%C3%B0_Gunnlaugsson_%28cropped%29.jpg/170px-Sigmundur_Dav%C3%AD%C3%B0_Gunnlaugsson_%28cropped%29.jpg
Perdana Menteri Islandia Sigmundur Davíð Gunnlaugsson
Data ini juga menunjukakn bagaimana Perdana Menteri Islandia Sigmundur Davíð Gunnlaugsson memiliki aset rahasia di bank-bank gagal Islandia yang disembunyikan di balik perusahaan luar negeri. Bocoran dokumen menyebutkan bahwa ia bersama istrinya membeli perusahaan luar negeri Wintris Inc. pada tahun 2007. ICIJ menyatakan bahwa mereka membelinya "dari Mossack Fonseca lewat cabang Landsbanki di Luksemburg, satu dari tiga bank terbesar di Islandia".[21] Ia tidak mencantumkan aset tersebut dalam pernyataan kekayaannya saat terpilih sebagai anggota parlemen tahun 2009. Delapan bulan kemudian, ia menjual 50% sahamnya di Wintris kepada istrinya dengan seharga $1. Gunnlaugsson dituntut mengundurkan diri, namun ia mengumumkan lewat siaran langsung bahwa ia tidak akan mundur karena pengungkapan Panama Papers. Ia menyebut Panama Papers "bukan hal baru".[22] Gunnlaugsson mengaku tidak melanggar hukum apapun, dan istrinya tidak diuntungkan oleh keputusannya.
Tokoh terkenal yang berhubungan dengan badan sepak bola dunia, FIFA, adalah mantan Presiden CONMEBOL Eugenio Figueredo, mantan Presiden UEFA Michel Platini,[23] mantan Sekretaris Jenderal FIFA Jérôme Valcke,[23] dan mantan pesepakbola Argentina Lionel Messi. Pemeran India Amitabh Bachchan dan Aishwarya Rai Bachchan juga tercantum dalam Panama Papers menurut The Indian Express .[24]

Perusahaan
Mossack Fonseca mengelola banyak perusahaan selama bertahun-tahun. Jumlah perusahaan aktif yang dikelola mencapai puncaknya, 80.000 perusahaan, pada tahun 2009. Lebih dari 210.000 perusahaan di 21 negara muncul di Panama Papers. Lebih dari separuhnya didirikan di Kepulauan Virgin Britania Raya dan sisanya di Panama, Bahama, Seychelles, Niue, dan Samoa. Selama sekian tahun, Mossack Fonseca menangani klien di lebih dari 100 negara; sebagian besar perusahaan berasal dari Hong Kong, Swiss, Britania Raya, Luksemburg, Panama, dan Siprus. Mossack Fonseca bekerja sama dengan lebih dari 14.000 bank, badan hukum, notaris, dan pihak lainnya untuk mendirikan perusahaan, yayasan, dan trust sesuai pesanan klien. Lebih dari 500 bank mendaftarkan hampir 15.600 perusahaan cangkang bersama Mossack Fonseca. HSBC dan rekan-rekannya mendirikan lebih dari 2.300 perusahaan cangkang. Dexia (Luksemburg), J. Safra Sarasin (Luksemburg), Credit Suisse (Kepulauan Channel), dan UBS (Swiss) masing-masing mengajukan pendirian kurang lebih 500 perusahaan cangkang untuk kliennya,[25] sedangkan Nordea (Luksemburg) mengajukan pendirian 400 perusahaan.[26]

Bocoran
Lebih dari satu tahun sebelum dokumen Panama dibocorkan,[27] surat kabar Jerman Süddeutsche Zeitung menerima dokumen terkait Mossack Fonseca dari satu sumber anonim. Harian ini mulai menerima material dalam jumlah besar; dalam kurun satu tahun, mereka memperoleh data berukuran 2,6 terabita berisi dokumen Mossack Fonseca[1] tentang 214.488 perusahaan luar negeri milik pejabat pemerintahan.[28] Bocoran ini terdiri dari 11,5 juta dokumen yang dibuat antara tahun 1970-an dan akhir 2015 oleh Mossack Fonseca.[13]
Para wartawan berkomunikasi dengan sumber lewat saluran terenkripsi[29] karena ia ingin identitasnya tidak diketahui:[30] "Ada dua syarat. Nyawa saya terancam. Obrolan kita harus terenkripsi. Kita tidak boleh bertemu sama sekali." Wartawan Süddeutsche Zeitung Bastian Obermayer menyatakan bahwa sumbernya memutuskan untuk membocorkan dokumen tersebut karena ia menganggap Mossack Fonseca bertindak secara tidak etis. Menurutnya, "sumber mengira bahwa kantor hukum di Panama ini membahayakan dunia, dan sumber ingin mengakhirinya. Itu salah satu motivasinya."[30]
International Consortium of Investigative Journalists memimpin penelitian dan peninjauan dokumen. Mereka mengerahkan wartawan dan staf The Guardian, BBC England, Le Monde, SonntagsZeitung, Falter, dan La Nación serta stasiun TV Jerman Norddeutscher Rundfunk dan Suddeutscher Rundfunk dan stasiun TV Austria ORF. Tim wartawan awalnya bertemu di Munich, Lillehammer, London, dan Washington, D.C., untuk menyusun penelitian mereka.[31] Datanya kemudian disebarkan dan dianalisis oleh kurang lebih 400 wartawan di 107 organisasi media di lebih dari 80 negara.[13] Setelah lebih dari satu tahun, laporan berita pertama berdasarkan dokumen ini beserta 149 berkas dokumennya[32] diterbitkan tanggal 3 April 2016.[1] Daftar lengkap perusahaan yang terlibat akan dirilis pada awal Mei 2016.[7]
Ukuran dokumen yang dibocorkan ini mengalahkan Wikileaks Cablegate (1,7 GB),[33] Offshore Leaks (260 GB), Lux Leaks (4 GB), dan Swiss Leaks (3,3 GB). Data bocoran ini terdiri dari surat elektronik, berkas PDF, foto, dan berkas pangkalan data internal Mossack Fonseca. Semua data diterbitkan mulai tahun 1970-an sampai musim semi 2016.[1] Panama Papers mencantumkan nama 214.000 perusahaan. Terdapat folder untuk setiap perusahaan cangkang (shell company) yang berisi surel, kontrak, transkrip, dan dokumen pindaian.[1] Bocoran ini terdiri dari 4.804.618 surel, 3.047.306 berkas format pangkalan data, 2.154.264 PDF, 1.117.026 foto, 320.166 berkas teks, dan 2.242 berkas berformat lain.[1]
Semua data ini harus diindeks secara rapi. Pengindeksan dilakukan menggunakan perangkat lunak berbayar bernama Nuix yang juga dipakai oleh para penyidik internasional. Dokumen menjalani proses OCR oleh komputer berkecepatan tinggi agar datanya dapat dibaca dan dicari secara digital. Daftar tokoh penting diperiksa ulang dengan dokumen yang diproses tadi.[1] Tahap selanjutnya adalah menghubungkan tokoh, peran, arus uang, dan keabsahan strukturnya.[1]
Tanggapan Mossack Fonseca
Menjawab pertanyaan The Miami Herald dan ICIJ, Mossack Fonseca merilis pernyataan pers sepanjang 2.900 kata. Intinya, Mossack Fonseca mengakui adanya rezim hukum dan kepatuhan di seluruh dunia yang membatasi kemampuan individu untuk memanfaatkan perusahaan luar negeri sebagai sarana menghindari pajak dan merahasiakan identitas. Mossack Fonseca secara spesifik mengutip protokol FATF (bagi perusahaan dan lembaga keuangan di sebagian besar negara di dunia) yang mewajibkan identitas pemilik sejati semua perusahaan (termasuk perusahaan luar negeri) sebelum membuka rekening dan melakukan transaksi bisnis.
Dalam catatan redaksi, The Miami Herald menulis bahwa pernyataan Mossack Fonseca "tidak membahas kegagalan uji tuntas yang diungkap para wartawan".[34]
Pada tanggal 4 April 2016, Mossack Fonseca mengeluarkan pernyataan berikut: "Masyarakat tidak begitu paham dengan industri kami. Sayangnya, rentetan artikel berita seperti ini hanya akan membuat masyarakat bingung. Kenyataannya seperti ini: meski kami menjadi korban pencurian data, tak satupun dokumen yang diperoleh secara ilegal ini menunjukkan bahwa tindakan kami ilegal, dan kenyataan ini sesuai dengan reputasi global yang telah kami bangun selama 40 tahun terakhir di Panama. Tidak ada orang yang bersedia barangnya dicuri, dan kami berusaha sebisa mungkin agar pihak yang melakukannya dihukum seadil-adilnya. Sementara itu, kami akan tetap melayani para klien kami dan membantu masyarakat di lingkungan kantor cabang kami di seluruh dunia seperti biasa." Pendiri Mossack Fonseca, Ramón Fonseca Mora, mengatakan kepada CNN bahwa informasi yang diterbitkan penuh kesalahan dan pihak yang dikutip ICIJ "bukan dan tidak pernah menjadi klien Mossack Fonseca." Firma ini merilis tanggapan yang lebih panjang kepada ICIJ.[35]
Dalam sebuah wawancara, Jürgen Mossack dan Ramón Fonseca, mengatakan: "Nasi sudah menjadi bubur. Sekarang kami harus menangani dampaknya."[36]
Dampak
Gerard Ryle, direktur International Consortium of Investigative Journalists, mengatakan bahwa bocoran ini adalah "kejutan terbesar bagi industri ekonomi bawah tanah karena jumlah dokumen yang dibocorkan sangat banyak."[14] Bocoran ini dijuluki sebagai "bocoran terbesar dalam sejarah jurnalisme data" oleh Edward Snowden.[37]
Micah White, pendiri Occupy, mengatakan, "Ini adalah kesempatan baru untuk menguji keberhasilan aktivisme bocoran (leaktivism). ... Panama Papers diteliti oleh ratusan wartawan internasional tepercaya yang telah merahasiakannya selama satu tahun. Inilah profesionalisasi leaktivisme global. Bocoran amatir ala WikiLeaks sudah ketinggalan zaman."[38]
Dana Moneter Internasional memperkirakan pada Juli 2015 bahwa perubahan laba oleh perusahaan multinasional merugikan negara-negara berkembang sebesar $213 miliar (UGX710 triliun) per tahun, hampir 2% pendapatan nasional mereka.[39]
Ramon Fonseca mengatakan bahwa bocoran ini bukan "kerjaan orang dalam" dan peladen (server) perusahaan ini diretas dari luar negeri. Mossack Fonseca telah mengajukan keluhan kepada jaksa umum Panama.[40]
Lebih dari 800 nama pejabat dan politisi dunia yang tercantum namanya dalam Panama Papers memiliki bisnis offshore di negeri surga pajak.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat bahwa Panama Papers adalah puncak gunung es dari segala permasalahan pajak di dunia, khususnya Indonesia.

Menurut Prastowo, setidaknya ada tiga alasan para pebisnis tersebut memilih membangun bisnisnya di negara tax havens.

Pertama, pengusaha memang murni melakukan aksi korporasi di Panama. Biasanya, lanjut Prastowo, mereka memilih negara tax havens karena administrasinya mudah. Apalagi jika digunakan untuk menjual obligasi, membeli saham, atau melakukan ekspansi bisnis.

"Selain administrasinya mudah, pengusaha juga mempertimbangkan kerahasiaan yang terjamin serta untuk antisipasi kebangkrutan," kata Prastowo dalam diskusi di Menteng, Jakarta, Sabtu, 9 April 2016.

Kedua, menurut Prastowo, para pengusaha memang membangun bisnis mereka di sana untuk menghindari pajak, sehingga perusahaan bisa lebih efisien. Karena, mereka hanya dibebankan biaya pajak yang murah.

Ketiga, pengusaha tersebut mendirikan bisnis di Panama atau negara tax havens lainnya secara sengaja untuk menyembunyikan aset dari hasil bisnis ilegal, seperti korupsi. Menurut Prastowo, motof ini jelas melanggar hukum. Dia juga mendiga motif ini banyak dilakukan oleh pengusaha, politisi, dan pejabat Indonesia.

"Ini adalah modus dari pengusaha untuk menyembunyikan uangnya dengan menyimpan di negara tax havens. Selain aman juga tidak kena pajak," katanya.

Prastowo menambahkan, untuk mengetahui motif masing-masing pengusaha yang namanya tercantum dalam Panama Papers, Direktorat Jenderal Pajak perlu menguji terlebih dahulu untuk mengetahui pasti apakah pengusaha teraebut melanggar hukum atu tidak.

"Caranya bisa dengan mencari tahu aktivitas bisnis perusahaan-perusahaan itu. Jika tidak ada, maka itu bisa diindikasikan praktik tax evasion dan dapat dikenakan sanksi," ujar Prastowo.
EBUAH kebocoran dokumen finansial berskala luar biasa mengungkapkan bagaimana 12 kepala negara (mantan dan yang masih menjabat) memiliki perusahaan di yuridiksi bebas pajak (offshore) yang dirahasiakan. Dokumen yang sama membongkar bagaimana orang-orang yang dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin mengatur transfer dana sebesar US$ 2 miliar lewat berbagai bank dan perusahaan bayangan.

Setidaknya ada 128 politikus dan pejabat publik dari seluruh dunia yang namanya tercantum dalam jutaan dokumen yang bocor ini. Mereka terkait dengan berbagai perusahaan gelap yang sengaja didirikan di wilayah-wilayah surga bebas pajak (tax havens).

Total catatan yang terbongkar mencapai 11,5 juta dokumen. Keberadaan semua data ini memberikan petunjuk bagaimana firma hukum bekerjasama dengan bank untuk menjajakan kerahasiaan finansial pada politikus, penipu, mafia narkoba, sampai miliuner, selebritas dan bintang olahraga kelas dunia.

Temuan itu merupakan hasil investigasi sebuah organisasi wartawan global, International Consortium of Investigative Journalists, sebuah koran dari Jerman SüddeutscheZeitung dan lebih dari 100 organisasi pers dari seluruh dunia. Satu-satunya media di Indonesia yang terlibat dalam proyek investigasi ini adalah Tempo.

Dokumen yang diperoleh konsorsium jurnalis global ini mengungkapkan keberadaan perusahaan di kawasan surga pajak (offshore companies) yang dikendalikan perdana menteri dari Islandia dan Pakistan, Raja Arab Saudi, dan anak-anak
presiden Azerbaijan.

Ada juga perusahaan gelap yang dikendalikan sedikitnya 33 orang dan perusahaan yang masuk daftar hitam pemerintah Amerika Serikat karena hubungan sebagian dari mereka dengan kartel narkoba Meksiko, organisasi teroris seperti Hezbollah atau terkoneksi dengan negara yang pernah mendapat sanksi internasional seperti Korea Utara dan Iran.

Satu dari perusahaan itu bahkan menyediakan bahan bakar untuk pesawat jet yang digunakan pemerintah Suriah untuk mengebom dan menewaskan ribuan warga negaranya sendiri. Demikian ditegaskan seorang pejabat pemerintah Amerika Serikat.

"Temuan ini menunjukkan bagaimana dalamnya praktek yang merugikan dan kejahatan di perusahaan-perusahaan yang sengaja didirikan di yuridiksi asing (offshore)," kata Gabriel Zucman, ekonomis dari University of California, Berkeley, AS dan penulis buku 'The Hidden Wealth of Nations: The Scourge of Tax Havens'.

Zucman yang mengetahui proses investigasi kebocoran dokumen ini menegaskan bahwa publikasi atas dokumen rahasia ini seharusnya mendorong pemerintah untuk bekerjasama memberikan sanksi tegas pada yurisdiksi dan institusi yang terlibat dalam jejaring kerahasiaan finansial di dunia offshore.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar