Selasa, 05 Januari 2016

Contoh Kasus di Indonesia yang Mengalami Krisis manajemen Akibat Bencana Alam

Manajemen krisis merupakan suatu manajemen pengelolaan, penanggulangan atau pengendalian krisis hingga pemulihan citra perusahaan. Sedangkan krisis manajemen merupakan kegagalan dari peranan manajemen krisis dan persoalannya menjadi sulit untuk dipulihkan karena perusahaan yang bersangkutan dinyatakan “bubar” baik secara hukum .

           Bencana dapat didefinisikan sebagai kejadian yang mengganggu kehidupan normal dan mengakibatkan penderitaan yang melampaui kapasitas manusia untuk menyesuaikan diri/mengatasinya (WHO, 2002). Dampak bencana alam tidak hanya dirasakan pada individu, keluarga, atau komunitas yang mengalami paparan bencana alam secara langsung namun juga yang tidak langsung karena melihat bencana dan dampaknya melalui media televisi atau koran dapat menyebabkan merasakan bencana meskipun tidak seberat yang mengalami langsung. Fokus psychological first aid utamanya diberikan kepada individu atau komunitas yang mengalami bencana alam dan berpotensi mengalami masalah kesehatan fisik ataupun mental. Psychological first aid menyasar pada kebutuhan dasar individu yang mengalami kondisi darurat atau trauma antara lain pengurangan bahaya yang memberikan ancaman, meningkatkan rasa kontrol, penyediaan serta pemberian informasi yang dibutuhkan, kebutuhan dasar terpenuhi seperti makanan, minuman, kesehatan, tempat berlindung, dan arah untuk masa depan setelah mengalami bencana.
Psychological first aid merupakan suatu pendekatan untuk membantu individu atau komunitas yang mengalami kondisi darurat (emergency), bencana, atau traumatik. Pendekatan tersebut meliputi prinsip dasar untuk membantu proses recovery secara alamiah. Meliputi membantu untuk merasa aman, nyaman, menghubungkan dengan orang-orang yang dapat membantu sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan, hangat dan membangkitkan harapan, memberikan bantuan fisik, emosi, dan dukungan sosial, dan perasaan mampu membantu diri sendiri. Terdapat juga konsep pendekatan manajemen resiko (risk management) yaitu mengenali, mengkaji, dan mengurangi kemungkinan atau dampak dari resiko dan memanfaatkan peluang sebesar-sebesarnya. Resiko dengan kerugian paling besar didahulukan untuk ditangani. Melalui psychological first aid diharapkan mengurangi terjadinya stres, menemukan kebutuhan utama, meningkatkan kemampuan menghadapi masalah (coping), dan mendorong terjadinya penyesuaian diri dengan kondisi pasca bencana.
Psychological first aid didasari oleh pemikiran bahwa individu atau komunitas mengalami serangkaian reaksi awal ketika mengalami bencana yang meliputi fisik, emosi, psikologis, spiritual, dan perilaku. Reaksi-reaksi tersebut dapat berpengaruh pada kemampuan individu atau komunitas untuk menghadapi dampak dari bencana alam. Beberapa dampak bencana alam dapat berupa reaksi psikologis, fisiologis, perilaku, dan spiritual. Reaksi psikologis biasanya dalam bentuk mudah marah, menyalahkan diri sendiri, menyalahkan orang lain, penarikan diri atau isolasi, kekhawatiran tentang kejadian berulang dari bencana, merasa apatis atau mati rasa, merasa tidak berdaya, sulit berkontrasi, kesedihan, penolakan terhadap bencana yang terjadi, dan masalah dalam ingatan. Sebagai contoh sebuah kisah salah satu penduduk yang selamat pada kasus bencana alam gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta pada tahun 2006. Saat terjadi gempa, rumahnya yang dibangun dengan rancangan tahan gempa, ternyata roboh ketika terjadi gempa dan keluarganya sempat terperangkap dalam reruntuhan rumah. Reaksi psikologis yang muncul selain rasa takut dan terkejut, juga muncul reaksi menyalahkan pihak-pihak yang membangun rumahnya. Saat meminta tolong dengan harapan tetangganya membantu, namun tidak ada satupun yang membantu, sempat terpikirkan mengapa tetangganya tidak ada satupun yang membantu, apakah tidak ada satupun yang mendengar suaranya yang seharusnya cukup keras di suasana keheningan pagi. Reaksi psikologis makin meningkat ketika mengetahui semua tetangga di sekitarnya telah meninggal, dan hanya dirinya dan keluarganya yang selamat dalam peristiwa gempa dengan kekuatan 5,9 skala richter.

Contoh Kasus Manajemen Krisis Yang Disebabkan Bencana Alam Pada PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk
Indonesia rentan terhadap bencana alam dan peristiwa-peristiwa di luar kendali kami, yang berpengaruh negatif pada bisnis dan hasil usaha kami
Banyak daerah di Indonesia, termasuk daerah di mana kami beroperasi, rentan terhadap bencana alam seperti banjir, petir, angin ribut, gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, kebakaran dan juga kekeringan, pemadaman listrik dan peristiwa lainnya yang berada di luar kendali kami. Kepulauan Indonesia adalah salah satu daerah vulkanik paling aktif di dunia karena berada di zona konvergensi dari tiga lempeng litosfer utama, sehingga mengalami aktivitas seismik yang dapat menyebabkan gempa bumi, tsunami atau gelombang pasang yang merusak. Dari waktu ke waktu, bencana alam telah menelan korban jiwa, merugikan atau membuat sejumlah besar masyarakat mengungsi dan merusak peralatan kami. Peristiwa-peristiwa seperti ini telah terjadi di masa lalu, dan dapat terjadi lagi di masa depan, mengganggu kegiatan usaha kami, menyebabkan kerusakan pada peralatan dan memberikan pengaruh buruk terhadap kinerja finansial dan keuntungan kami.
Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa bencana alam telah terjadi di Indonesia (selain tsunami di Asia pada tahun 2004), termasuk tsunami di Pangandaran, Jawa Barat pada tahun 2006, gempa bumi di Yogyakarta, Jawa Tengah pada tahun 2006, erupsi yang kemudian berkembang menjadi banjir lumpur panas di Sidoarjo Jawa Timur di tahun 2006, serta gempa bumi di Papua, Jawa Barat, Sulawesi dan Sumatera pada waktu yang berbeda di tahun 2009.
Gempa bumi yang melanda sebagian wilayah Jawa Barat pada tanggal 2 September 2009 menyebabkan kerusakan pada aset Perusahaan. Pada tanggal 30 September 2009 terjadi gempa di Sumatera Barat, yang mengganggu penyediaan layanan telekomunikasi di beberapa lokasi. Walaupun Tim Manajemen Krisis kami bekerjasama dengan karyawan dan mitra kami berhasil memulihkan layanan dengan cepat, gempa tersebut menyebabkan kerusakan parah terhadap aset kami. Ada sejumlah gempa bumi terdeteksi pada tahun 2010 hingga 2013, walau tidak satupun yang memberikan risiko signifikan terhadap bisnis kami pada umumnya.
Banjir bandang dan banjir yang lebih meluas terjadi secara rutin selama musim hujan dari bulan November sampai bulan April. Kota-kota besar khususnya Jakarta, sering mengalami banjir parah yang mengakibatkan gangguan besar, dan kadang-kadang menimbulkan korban jiwa. Jakarta mengalami banjir yang signifikan pada bulan Februari 2007 dan Solo di Jawa Tengah pada bulan Januari. Pada bulan Januari 2009 terjadi hujan deras yang menyebabkan runtuhnya sebuah bendungan diluar Jakarta, membanjiri ratusan rumah di daerah padat penduduk dan menyebabkan kematian sekitar 100 orang. Longsor terjadi secara rutin di daerah pedesaan selama musim hujan.
Ada banyak gunung berapi di Indonesia yang dapat meletus tanpa peringatan. Pada bulan Oktober dan November 2010, Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus beberapa kali, menelan korban jiwa sekitar 140 orang, beberapa ratus ribu orang lainnya pada radius 20 km terpaksa mengungsi, menyebabkan kerusakan properti senilai miliaran Dolar dan mengganggu perjalanan udara. Sejak bulan April 2008, Gunung Soputan di Sulawesi Utara, Gunung Egon di Pulau Flores, Nusa Tenggara, Gunung Ibu di Maluku Utara dan Anak Krakatau di Selat Sunda telah menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanik. Gunung Sinabung 60 km barat daya dari Medan, kota terbesar Sumatera Utara, meletus pada tanggal 29 Agustus 2013 setelah tidak beraktivitas selama 400 tahun, dan kembali meletus bulan November 2013. Abu dan asap belerang dari gunung berapi telah menyelimuti pedesaan dan tanaman.
Pada tahun 2010, kabel bawah laut yang merupakan bagian dari backbone kami mengalami kerusakan akibat dari tsunami di Sumatera Barat dan gempa di Sumbawa. Atas kerusakan tersebut, sudah dilakukan perbaikan.
Meskipun kami telah menerapkan Rencana Kelanjutan Usaha (Business Continuity Plan/“BCP”) dan Rencana Pemulihan Bencana (Disaster Recovery Plan/“DRP”) yang diuji coba secara berkala, serta telah mengasuransikan aset kami untuk melindungi dari kerugian akibat bencana alam atau fenomena lainnya yang terjadi di luar kendali kami, tidak ada jaminan bahwa perlindungan asuransi akan cukup untuk menutupi potensi kerugian, atau bahwa premi yang dibayarkan untuk polis asuransi tersebut ketika diperbarui tidak akan naik secara substansial di masa depan, maupun bahwa bencana alam tidak akan mengganggu operasional kami secara signifikan.
Kami tidak dapat memberi jaminan bahwa peristiwa geologis atau meteorologis di masa depan tidak akan berdampak lebih besar pada perekonomian Indonesia. Gempa bumi besar, gangguan geologis atau bencana lain akibat gangguan cuaca di kota yang padat penduduk manapun dan pusat-pusat keuangan di Indonesia dapat sangat mengganggu ekonomi Indonesia dan menurunkan kepercayaan investor, sehingga berpengaruh pada bisnis, kondisi keuangan, hasil operasi dan prospek usaha kami.
Operasional kami dapat terpengaruh oleh merebaknya wabah flu burung, virus flu A (H1N1) atau epidemi lainnya
Merebaknya wabah flu burung, virus flu A (H1N1) atau epidemi serupa, ataupun langkah-langkah yang ditempuh pemerintah di negara-negara yang terjangkit, termasuk Indonesia, dalam menghadapi serangan wabah tersebut, dapat mengganggu perekonomian Indonesia maupun negara-negara lain dan menurunkan kepercayaan investor, sehingga dapat berpengaruh negatif secara material pada kondisi keuangan, hasil-hasil operasional maupun harga saham kami. Selanjutnya, operasi kami dapat terganggu signifikan bila karyawan kami tetap di rumah dan tidak pada tempat kerjanya untuk waktu yang panjang, sehingga dapat berdampak negatif secara material terhadap kondisi keuangan atau hasil operasi kami maupun nilai pasar dari sekuritas kami.

Analisa :
Bencana alam memang tidak tahu kapan terjadi. Perusahaan sebaiknya selalu memiliki rencana dalam menghadapi krisis dan menghindari keputusan yang justru akan mebuat perusahaan terperosok lebih jauh dalam krisis. Mereka harus tahu skenario terburuk yang akan terjadi dan harus mempunyai contingency plan dalam menghadapinya. Apabila pencegahan krisis tidak berhasil maka menurut enam langkah berikut segera harus di ambil :
1.             Melakukan Penilaian yang objektif terhadap penyebab Krisis.
2.            Menentukan apakah penyebab terjadinya krisis memiliki dampak jangka panjang atau     hanyalah fenomena sesaat.
3.            Perhitungkan setiap kejadian dalam krisis dengan cermat sehingga setiap peristiwa yang terjadi dapat diantisipasi dengan baik.
4.            Memusatkan perhatian pada upaya menyelesaikan masalah.
5.            Memanfaatkan setiap peluang yang ada untuk memperbaiki keadaan.
6.            Segera bertindak untuk melindungi cash flow perusahaan

Sumber :
http://ziweenews.blogspot.com/2015/03/manajemen-krisis-dalam-event-10th.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar