Kereta api merupakan salah satu jenis transportasi
umum yang sampai saat ini masih sangat diminati oleh masyarakat Indonesia.
Keunggulan dari transportasi ini adalah bebas dari kepadatan lalu lintas,
cepat, dan tepat waktu bila tidak ada halangan. Selain itu, kereta api juga
merupakan transportasi umum yang memiliki berbagai golongan atau kelas yang
bisa dipilih dan digunakan oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan tingkat
pendapatan keuangan, yaitu kelas ekonomi, kelas bisnis eksekutif, dan kelas
eksekutif argo. Di Indonesia, kereta api merupakan salah satu transportasi yang
dikelola oleh suatu PT (persero) yaitu PT Kereta Api Indonesia.
PT KERETA API INDONESIA (PT KAI) terdeteksi adanya
kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan
yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah
pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Diduga terjadi manipulasi data dalam
laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan
sebesar Rp6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci,
perusahaan justru menderita kerugian sebesar Rp63 Miliar.
Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur
Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen
Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan
Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan
tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK),
sedangkan untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI
untuk disetujui sebelum disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan
Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI
tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti
dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun
2005 sebagai berikut:
Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih,
tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan
sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar
surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2
Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003
disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa
pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan
Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa
dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat
penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
2.
Penurunan nilai persediaan suku
cadang dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan
inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI
sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pad akhir
tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai
kerugian sebesar Rp6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun
2005.
3.
Bantuan pemerintah yang belum
ditentukan statusnya dengan modal total nilai kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar
dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan
dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang.
4.
Manajemen PT KAI tidak melakukan
pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak
yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya
diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara
Komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata
kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat
komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit
akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI
tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika
terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan
izin praktik.
Kasus PT KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai
prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi.
Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa
menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.
Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah
dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam
laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar
akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa
diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan
Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak ada penyimpangan dari
standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI
diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang
melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu
menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan
PT KAI melakukan kesalahan.
Profesi Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan
kejujuran. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi
dengan baik oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung
tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan
kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan.
Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna
mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang
dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu
dilakukan.
Evaluasi :
Dari kasus studi diatas tentang
pelanggaran Etika dalam berbisnis itu merupakan suatu pelanggaran etika profesi
perbankan pada PT KAI pada tahun tersebut yang terjadi karena kesalahan
manipulasi dan terdapat penyimpangan pada laporan keuangan PT KAI tersebut.
pada kasus ini juga terjadi penipuan yang menyesatkan banyak pihak seperti
investor tersebut. seharusnya PT KAI harus bertindak profesional dan jujur
sesuai pada asas-asas etika profesi akuntansi.
Refrensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar